KOROSI PADA
TEMPERATUR TINGGI
by: Triaksa Rasul Tompo
Andaikan pikiran semua orang besar di dunia digabung menjadi satu,
dan biarkan gabungan yang dahsyat ini meregangkan syaraf sampai batas
kemampuannya; biarkan bumi dan langit dijelajahinya; biarkan setiap bukit dan
ngarai ditelusurinya; yang akan diketemukan hanyalah penyebab makin beratnya
logam yang teroksidasi di udara.
(Jean Rey: 1630)
Telah diketahui
bahwa korosi sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan
lingkungannya, tetapi lingkungan yang dimaksudkan hampir selalu mengandung air.
Korosi pada permukaan logam ternyata masih dapat terjadi meskipun elektrolit
cair tidak ada; karena itu tidak mengherankan bila proses tersebut sering
disebut korosi kering. Namun demikian, defenisi tentang korosi yang telah
digunakan selama ini tidak berubah.
Barangkali proses
korosi kering yang paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen udara.
(walaupun nitrogen menjadi unsur utama yang membentuk udara, perannya tidak
penting ketika logam dipanaskan di udara, karena pengaruh oksigen lebih
dominan. Pada temperatur tinggi, nitrogen memang bereaksi dengan kromium,
aluminium, titanium, molibdenum, dan tungsten). Kendati reaksi dengan oksigen
pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuwan di masa lampau mengalami
kesulitan dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi)
logam di udara. Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi -
reaksi temperatur tinggi lain menyangkut paduan – paduan moderen telah
membuktikan bahwa proses yang dilibatkan kompleks sekali.
Oksigen mudah
bereaksi dengan kebanyakan logam; meskipun energi termal yang dibutuhkan untuk
menghasilkan laju oksidasi yang bermakna bagi perekayasa mungkin sangat
bervariasi untuk logam - logam yang berbeda pada temperatur yang sama. Pada temperatur lingkungan sehari
– hari, dari kebanyakan bahan untuk rekayasa ada yang sudah teroksidasi
sedemikian rupa sehingga lapisan oksida melindungi logam di bawahnya. Ada pula
yang di udara kering bereaksi begitu lambat sehingga oksidasi tidak
mendatangkan masalah. Pada temperatur tinggi, walau bagaimanapun, laju oksidasi
logam - logam meningkat. Jadi, jika sebuah komponen rekayasa mengalami kontak
langsung dengan lingkungan bertemperatur tinggi untuk waktu yang lama, komponen
itu mungkin menjadi tidak berguna. Sebagai contoh, dalam udara kering yang
murni pada temperatur hanya sedikit di bawah 480°C, sebuah selaput pelindung
yang sangat tipis terbentuk pada permukaan baja lunak yang telah dipoles,
tetapi dengan laju yang dalam pengertian rekayasa dapat diabaikan. (Laju ambang
batas yang telah didefenisikan adalah 10-3 Kg m-2
jam –2). Meskipun demikian,
selama proses penggilingan dan pengepresan panas terhadap baja lunak (proses
yang berlangsung pada sekitar 900°C), laju oksidasi cukup besar untuk
menghasilkan selapis oksida yang disebut kerak giling (mill scale), yang tidak
berfungsi sebagai pelindung. Kita sudah melihat bahwa kerak giling mungkin
penting pengaruhnya terhadap laju korosi baja lunak dalam lingkungan berair. Di
pihak lain, kemanfaatan logam - logam seperti aluminium dan titanium bergantung
pada kemampuan masing – masing dalam membentuk selaput oksida pelindung pada
temperatur kamar.
Kita melihat bahwa
tidak semua proses korosi tidak dikehendaki. Oksida yang terkendali pada besi
dan baja dalam pembuatan senjata sudah menjadi seni tersendiri, karena dengan
cara ini senjata – senjata tersebut dapat dibuat menjadi indah dan tahan lama.
Dekorasi yang indah bisa diperoleh melalui pembentukan warna – warni pada
permukaan logam. Titanium dapat dioksidasi secara elektrokimia agar
menghasilkan warna – warni indah seperti permata. Efek – efek tersebut
ditimbulkan oleh selaput oksida. Efek serupa yang mudah dijumpai adalah warna –
warni pelangi pada ujung knalpot sepeda motor yang terbuat dari baja nirkarat.
Sebelum
pengendalian temperatur dalam proses - proses perlakuan panas mencapai
kecanggihan seperti pada masa sekarang ini, temperatur lempengan atau batangan
baja sering diukur dari warna – warni yang berkembang pada permukaannya selama
perlakuan panas itu berlangsung. Cara ini ternyata cukup teliti : untuk setiap
kenaikan 10°C antara 230°C dan 280°C, warna logam berubah menurut urutannya
adalah : gading pucat, gading tua, coklat, ungu kecoklatan, ungu, dan ungu tua.
Logam baja tampak kebiruan pada temperatur 300°C.
Sampai
berkembangnya motor turbin gas untuk
pesawat terbang modern yang dimulai dengan motor Whittle dalam tahun 1937,
penggunaan logam - logam dan paduan - paduan untuk perekayasa di lingkungan
temperatur tinggi jarang yang sampai menimbulkan masalah pemilihan bahan.
Walaupun turbin uap telah dikembangkan sejak akhir 1800-an dan digunakan oleh
Parsons pada tahun 1897 untuk penggerak kapal laut, temperatur pengoperasian
tidak terlalu tinggi sehingga bahan – bahan yang sudah ada msih dapat
digunakan. Pengembangan motor turbin gas untuk pesawat sessudah Perang Dunia
Kedua secara dramatik mengubah situasi tersebut.
Kondisi
pengopersian kian menjadi ganas : bahan - bahan yang dibutuhkan adalah yang
mampu bertahan terhadap temperatur dari 800 hingga 1000°C, masih ditambah
tingkat tegangan yang besar akibat rotasi kecepatan tinggi. Ini menuntut
dikembangkannya golongan paduan - paduan baru yang disebut paduan super
(superalloys). Bahan dasar paduan - paduan ini kebanyakan adalah nikel,
walaupun ada juga kelompok – kelompok yang menggunakan bahan dasar besi dan
kobalt. Sekarang paduan super digunakan pada turbin – turbin gas untuk kapal
laut, pesawat terbang, industri dan kendaraan, serta untuk wahana angkasa,
motor roket, reaktor nuklir, pembangkit listrik tenaga uap, pabrik petrokimia,
dan banyak lagi penerapan lain.
Baja masih menjadi
bahan utama untuk penggunaan dalam turbin – turbin gas; walaupun presentasenya
telah turun karena tergeser oleh paduan – paduan super dan paduan - paduan
titanium. Peran serta paduan - paduan aluminium dalam pengembangan turbin gas
kecil; tetapi seperti akan kita lihat, sebagai unsur tambahan aluminium penting
sekali.
OKSIDA – OKSIDA LOGAM
Oksida - oksida
logam (serta senyawa – senyawa lain seperti sulfida dan halida) dapat dibagi
menjadi dua golongan ; oksida yang mantap pada rentang temperatur seperti yang
akan ditemui dalam struktur – struktur rekayasa, dan oksida yang tidak mantap.
Kita akan mulai dengan oksida yang tidak mantap dahulu.
Apabila oksida
logam yang tidak mantap dipanaskan, oksida itu mengurai untuk melepaskan logam
bersangkutan dan mengendapnya ke permukaan logam. Perak oksida mengurai di atas
100°C, air raksa(II) oksida mengurai di atas 500°C, dan kadmium oksida dalam
rentang temperatur 900 - 100°C. Saat ini, oksida yang tidak mantap sedikit
manfaatnya bagi perekayasa; tetapi dahulu penting sekali bagi para ilmuwan
dalam penelitian mekanisme dasar oksidasi.
Ahli kimia pada
awal peradaban manusia, khususnya Stahl, telah mendalilkan teori yang salah,
yaitu bahwa logam kehilangan suatu zat yang disebut flogiston dan membentuk
oksida logam atau kalks (calx) :
Logam ― flogiston →
oksida logam
Stahl antara lain mengatakan bahwa :
Flogiston lebih ringan dari udara; dan, bila bergabung dengan zat
lain, berusaha mengangkat zat itu sehingga beratnya berkurang. Akibatnya, bila
suatu zat kehilangan flogiston, beratnya akan bertambah.
Dalam tahun
1780-an, Lavoiser menggunakan penguraian air raksa oksida untuk membuktikan
bahwa teori flogiston untuk oksidasi tidak dapat dipertahankan lagi. Ia
memanaskan air raksa sampai menjelang titik didihnya (375°C) dalam sebuah wadah
yang tersekat rapat; dan ia memperlihatkan bahwa kurang lebih 20 persen udara
diserap oleh air raksa. Sesudah mengumpulkan raksa merah oksida dan
memanaskannya sampai sekitar 500°C, ia menguraikan oksida yang tidak mantap
tersebut untuk mendapatkan suatu volume gas sebanyak udara yang hilang dalam
percobaannya sebelumnya. Ia menunjukkan bahwa gas yang dipulihkan itu dapat
membantu pembakaran, sedangkan gas yang tersisa dari tahap pertama percobaan
tidak demikian. Ia selanjutnya memperlihatkan bahwa berat air raksa dan gas
yang didapatkan kembali melalui pemanasan raksa oksida (gas oksigen) tepat sama
dengan berat raksa oksida. Demikian pula, pertambahan berat raksa sesudah
pembentukan oksidanya sama dengan berat oksigen yang diserap dari udara. Dengan
cara ini, tanpa keraguan orang dapat menyimpulkan bahwa mekanisme oksidasi
adalah
Logam + oksigen →
oksida logam
Walaupun sekarang
sudah dianggap biasa, masalah ini selama bertahun – tahun telah sangat
merepotkan para ilmuwan masa silam. Pemecahannya merupakan sebuah langkah maju
dalam cara berpikir ilmiah di penghujung abad ke-18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar